On Everything

Juli 25, 2008

Pancasila sebagai Masalah

Filed under: Tentang Filsafat,Tentang Indonesia — Oni Suryaman @ 3:58 am
Tags: , , ,

tulisan di bawah ini berdasarkan buku karangan HS Gazalba, dalam buku Pantjasila dalam Persoalan, diterbitkan Tintamas Djakarta, 1957

Tulisan ini mungkin dirasa aneh karena kurasa tidak banyak orang yang merasa Pancasila bermasalah. Bagi sebagian besar orang, yang menjadi akar masalah dari krisis yang dihadapi bangsa ini adalah belum diterapkannya Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kenyataan seperti ini terjadi karena dua hal: bangsa kita a-historis alias tidak memperhatikan sejarah, dan yang kedua suksesnya cuci otak Orde Baru dengan asas tunggalnya yang membuat semua generasi yang lahir pasca Orba melihat Pancasila sebagai sebuah kenyataan mutlak, seperti kitab suci yang tidak bisa diganggu gugat.

Apakah dari sononya bangsa ini sepakat dengan Pancasila? Tidak. Masalah Pancasila-lah yang paling hangat didebatkan dalam sidang Konstituante. Di waktu itu bangsa Indonesia masih berada pada fase ideologis sehingga memperdebatkan ideologi adalah hal yang lumrah. Era itu adalah sebuah era kebebasan berpendapat, sebelum akhirnya dibelenggu oleh Dekrit Presiden yang mengawali era Demokrasi Terpimpin. (more…)

Juli 8, 2008

Dekonstruksi Keadilan menurut Derrida

Filed under: Tentang Filsafat — Oni Suryaman @ 12:46 am
Tags: , ,

Keadilan selalu menjadi pencarian abadi umat manusia. Sejak awal mula para filsuf telah mencoba merumuskannya. Plato dalam dialognya Politeia, merumuskan keadilan dengan meminjam mulut seorang sofis Thrasymachos bahwa keadilan adalah keuntungan bagi yang kuat.[1] Aristoteles dalam Nicomachean Ethics juga mengatakan bahwa keadilan adalah yang tidak bertentangan dengan hukum.[2] Umat beriman percaya akan keadilan oleh otoritas ilahi.[3] Imanuel Kant mengatakan bahwa keadilan adalah yang sesuai dengan tatanan akal budi pada asas-asas rasio.[4] Kesemuanya mendasarkan keadilan pada sebuah tatanan, entah itu tatanan hukum, ilahi maupun rasional.

Contoh di atas mengatakan bahwa seolah-olah keadilan adalah sebuah benda yang memang ada dan dapat ditunjuk. Meskipun masing-masing menunjuk pada hal yang berbeda, namun mereka semua sepekat bahwa ada sebuah keadilan. Masalah keadilan siapa yang dipakai tentu saja menjadi masalah lain yang tersendiri.

Sebuah tradisi yang lain mencoba melihat keadilan dengan sedikit ragu dan tidak menunjuk. Dari tradisi inilah dekonstruksi Derrida berasal. Ketimbang berargumen mengenai apa yang adil, dengan membenarkan satu pendapat dan menentang pendapat yang lain, ia melakukan jalan yang berbeda. (more…)

Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.