*Berdasarkan tulisan Anticlericalism and Atheism, Richard Rorty dalam buku The Future of Religion
Abad keduapuluh bisa digambarkan sebagai abad penolakan terhadap metafisika dan ontoteologi. Di abad ini orang-orang mulai berhenti untuk mempertanyakan apa yang paling benar sebagai gambaran realitas. Salah satu akibat dari gerakan antiesensialisme ini adalah ditinggalkannya apa yang disebut Lecky sebagai perseteruan antara sains dan agama. Akibat dari ini adalah seperti klaim dari William James bahwa ilmu alam dan agama tidak perlu lagi berkompetisi satu sama lain.
Dengan ditolaknya ontoteologi, perdebatan antara ateis dan teisme menjadi tidak berarti, atau malah tidak bermakna. Sebagaimana ilmu pengetahuan tidak bisa membuktikan Tuhan, ia juga tidak bisa membuktikan tidak adanya Tuhan. Seperti halnya musik, orang yang menyukai musik tertentu tidak bisa memaksakan selera musiknya kepada yang lain. Begitu juga halnya dengan filsafat. Klaim-klaim metafisika filsafat pun tidak bisa dipaksakan. Cara pandang ini seperti menaruh masalah metafisika dan ontoteologi ke wilayah “estetika”. Tetapi dengan memakai istilah estetika sendiri berarti kita menerima trikotomi Kant: kognitif, moral, estetik. Salah satu target dari para antiesensialis justru adalah trikotomi tersebut. Para filsuf lebih memilih untuk meletakkan suatu klaim tertentu untuk konteks tertentu yang tepat untuk klaim tersebut; yang dilakukan adalah klaim partikular ketimbang klaim universal. (more…)