Masalah pengetahuan a priori adalah salah satu tema besar dalam epistemologi. Tema ini pertama kali diusung oleh Immanuel Kant di dalam The Introduction to the Critique of Pure Reason. Di sana ia mengenalkan kerangka konseptual melalui tiga distingsi. Distingsi tersebut adalah (1) distingsi epistemik antara pengetahuan a priori dan pengetahuan empiris, (2) distingsi metafisis antara proposisi niscaya dan kontingen, dan (3) distingsi semantik antara pernyataan analitik dan sintetik. Dalam kerangka itu Kant mengajukan empat pertanyaan:[1]
- Apakah pengetahuan a priori itu?
- Adakah pengetahuan a priori?
- Apakah hubungan antara yang a priori dan yang niscaya?
- Adakah pengetahuan sintetik a priori?
Kant menyatakan bahwa pengetahuan a priori adalah pengetahuan yang tidak tergantung dari pengalaman. Kant tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai konsep pengetahuan a priori ini melainkan langsung menunjukkan bahwa ada pengetahuan yang memenuhi kondisi ini di dalam analisisnya. Kant menawarkan dua kriteria analisis, yaitu keniscayaan dan universalitas, yang ia klaim tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Sebagai contoh ia mengemukakan pernyataan matematis yang adalah niscaya, dan kita tahu bahwa pernyataan matematis seperti itu ada, maka pengetahuan a priori ada.[2]
Untuk menjelaskan hubungan antara keniscayaan dan pengetahuan a priori, Kant mengemukakan tesis berikut:[3]
- Semua pengetahuan tentang pernyataan niscaya adalah a priori
- Semua pernyataan yang diketahui secara a priori adalah niscaya (more…)